Bengkulu – Di tengah tekanan ekonomi global dan perlambatan di sejumlah daerah, Provinsi Bengkulu masih mampu menjaga laju pertumbuhan ekonominya.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu mencatat, pada triwulan III tahun 2025, ekonomi daerah ini tumbuh 4,56 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Secara kumulatif hingga triwulan III-2025, ekonomi Bengkulu tumbuh 4,80 persen (c-to-c). Namun, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, terjadi kontraksi -2,97 persen (quarter-to-quarter/qtq), yang disebut BPS sebagai pola musiman dan dampak tekanan dari sisi ekspor serta investasi.
Kepala BPS Bengkulu, Win Rizal, menilai capaian ini tetap positif. “Faktor utama pendorong pertumbuhan berasal dari kenaikan harga tandan buah segar (TBS) sawit. Komoditas ini masih menjadi penopang utama ekonomi Bengkulu,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (5/11).
Selain sektor perkebunan, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) turut memberi dorongan ekonomi. Dengan alokasi anggaran sekitar Rp11,35 miliar, program ini disebut menciptakan efek berganda terhadap aktivitas ekonomi masyarakat di lapisan bawah.
“MBG melibatkan banyak lapisan masyarakat. Dampaknya terasa pada konsumsi rumah tangga dan ekonomi lokal. Tapi kami akan lakukan kajian khusus untuk mengukur kontribusi riilnya terhadap PDRB,” tambah Win Rizal.
Program tersebut dinilai menggerakkan sektor usaha mikro, perdagangan lokal, dan jasa. “Paling tidak, roda ekonomi jadi lebih bergerak,” imbuhnya.
Sektor pariwisata juga menunjukkan geliat. Data BPS mencatat, kunjungan wisatawan ke Bengkulu meningkat, menandakan pergerakan ekonomi dari sisi konsumsi dan jasa. Namun, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) justru menurun.
“Ini menarik. Wisatawan naik, tapi TPK turun. Bisa jadi banyak yang memilih menginap di rumah kerabat atau akomodasi nonformal. Namun secara keseluruhan, perputaran ekonomi tetap tumbuh,” jelas Win Rizal.
Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan tertinggi tercatat pada sektor penyediaan akomodasi dan makan minum (10,59 persen), disusul industri pengolahan (9,94 persen) dan jasa lainnya (8,76 persen).
Sebaliknya, dua sektor utama mengalami kontraksi, yakni pertambangan dan penggalian (-1,44 persen) serta pengadaan air (-1,53 persen). Menurut pengamat ekonomi lokal, penurunan ini lebih disebabkan oleh penyesuaian produksi batu bara dan lemahnya permintaan ekspor.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada pengeluaran konsumsi lembaga non-profit (PK-LNPRT) sebesar 5,61 persen, diikuti pengeluaran konsumsi rumah tangga (PK-RT) sebesar 5,19 persen.
Sementara investasi fisik (PMTB) tumbuh 3,94 persen, dan sektor ekspor barang serta jasa turun -1,72 persen.
“Meski ekspor melemah, konsumsi domestik masih menjadi penopang utama. Ini menandakan ekonomi Bengkulu masih ditopang daya beli masyarakat,” tegas Win Rizal.
Secara total, nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bengkulu pada triwulan III-2025 mencapai Rp27,68 triliun atas dasar harga berlaku, dan Rp14,17 triliun atas dasar harga konstan (2010).
Kontribusi Bengkulu terhadap ekonomi Pulau Sumatera mencapai 2,07 persen, menempatkan provinsi ini di urutan keenam dari sepuluh provinsi di Sumatera.












